KPK Sebut Laporan terhadap Novel di Luar Rasa Kemanusiaan


KPK Sebut Laporan terhadap Novel di Luar Rasa Kemanusiaan Jubir KPK Febri Diansyah menyayangkan pelaporan soal dugaan rekayasa kasus Novel. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai laporan dugaan rekayasa penyiraman air keras terhadap penyidik komisi antirasuah Novel Baswedan sebagai tindakan di luar rasa kemanusiaan.

Hal ini dikatakannya terkait laporan Politikus PDI-Perjuangan Dewi Tanjung soal dugaan rekayasa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan Novel jelas merupakan korban penyiraman air keras. Hal itu dibuktikan dari perawatan yang dijalani Novel di sejumlah rumah sakit, misalnya di Singapura, dan hasil pemeriksaan tim gabungan Polri yang telah rampung bekerja beberapa bulan lalu.
"Rasanya ada orang-orang yang bertindak di luar rasa kemanusiaan kita ketika [melaporkan] Novel yang sudah jadi korban, jelas jelas menjadi korban," ujar Febri kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, Rabu (6/11) malam.

"Bahkan kalau kita dengar konferensi pers dari tim gabungan yang dibentuk Polri itu jelas disebut di sana penyiraman dan karakter air keras yang terkena ke Novel tersebut," lanjutnya.

Febri pun menekankan agar semua pihak tidak menjadikan Novel terus-terusan menjadi korban lantaran diserang kabar-kabar bohong.

"Ia adalah korban. Jangan sampai korban menjadi korban berulang kali karena berbagai isu hoaks begitu, kebohongan, dan lain-lain," cetusnya.

Sebelumnya, politikus PDI-Perjuangan Dewi Tanjung melaporkan Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11) terkait dugaan rekayasa penyiraman air keras yang menimpanya tahun 2017 lalu.

Pasal yang dikenakan adalah Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Dewi mengaku curiga bahwa penyiraman tersebut hanya rekayasa Novel. Pasalnya banyak hal yang ia nilai janggal dalam kejadian itu.

Di antaranya, letak perban Novel yang dililitkan di bagian kepala dan hidung ketika dirawat di RS Mitra Keluarga, Jakarta Utara, dan kondisi kulit wajah Novel yang masih mulus setelah disiram air keras.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106213515-12-446194/kpk-sebut-laporan-terhadap-novel-di-luar-rasa-kemanusiaan
Share:

KPK Cegah Anggota DPRD Sumut ke Luar Negeri Soal Suap Proyek


KPK Cegah Anggota DPRD Sumut ke Luar Negeri Soal Suap Proyek Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah anggota DPRD Sumatera Utara, Akbar Himawan Bukhari bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan suap proyek dan jabatan yang menjerat Wali Kota Medan Nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin.

"KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi terkait pelarangan terhadap seseorang bernama Akbar Himawan Bukhari dalam perkara Penyidikan dugaan penerimaan suap oleh Wali Kota Medan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (6/11).

Febri mengatakan pelarangan ke luar negeri dilakukan selama enam bulan ke depan terhitung sejak 5 November 2019.


Dalam perkara ini, penyidik lembaga antirasuah KPK telah melakukan pemanggilan terhadap Akbar pada pekan lalu. Namun, ia mangkir lantaran sedang berobat di Malaysia.

"Pelarangan ke luar negeri ini dilakukan karena kebutuhan penyidikan agar ketika nanti yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi bisa memenuhi panggilan penyidik dan tidak sedang berada di luar negeri," tambah Febri.

Sebelumnya KPK juga telah melakukan penggeledahan di rumah Akbar Himawan Bukhari yang berlokasi di Jalan D.I. Panjaitan Nomor 142, Medan. Namun, tim KPK tidak melakukan penyitaan.

"Tidak ada penyitaan. Yang bersangkutan sudah pindah saat itu," kata Febri saat dikonfirmasi kembali.

Teruntuk kasus ini, Dzulmi Eldin diduga menerima sejumlah uang dari Kadis PUPR Isa Ansyari. Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.

Pemberian pertama terkait suap jabatan lantaran Dzulmi Eldin telah mengangkat Isa sebagai kepala dinas. Pemberian kedua terkait perjalanan dinas Dzulmi Eldin ke Jepang yang juga membawa keluarganya.

Pada Juli 2019, Dzulmi Eldin melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Perjalanan dinas dilakukan dalam rangka kerja sama 'sister city' antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.

Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Dzulmi Eldin mengajak serta istri, dua anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.

Keluarga Dzulmi Eldin bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Selama masa perpanjangan tersebut, mereka didampingi Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar.

Selain Tengku Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu sebagai pemberi IAN (Isa Ansyari) Kepala Dinas PUPR Kota Medan dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler Kota Medan. Sebelum ditetapkan tersangka, mereka terjaring operasi tangkap tangan (OTT).


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106154429-12-446078/kpk-cegah-anggota-dprd-sumut-ke-luar-negeri-soal-suap-proyek
Share:

Soal PK Koruptor, KY Hargai Hakim Meski Putusan Kontroversial


Soal PK Koruptor, KY Hargai Hakim Meski Putusan Kontroversial Ketua KY Jaja Ahmad Jayus meminta publik melaporkan hakim yang terindikasi melanggar etika dalam penanganan PK. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Komisi Yudisial (KY) menyatakan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan sejumlah terpidana korupsi ke Mahkamah Agung (MA) sepenuhnya menjadi kewenangan hakim.

Hal ini dikatakan terkait desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) agar MA menolak PK yang diajukan 21 terpidana kasus korupsi, di antaranya mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, eks Ketua Mahkamah Partai NasDem OC Kaligis, hingga mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Ketua KY Jaja Ahmad Jayus menuturkan pihaknya tak dapat menindak permohonan PK yang diajukan para terpidana korupsi. Kecuali ada laporan terkait dugaan penyalahgunaan yang dilakukan hakim agung dalam memutus PK.
"Tentu kita menghargai kewenangan independensi para hakim. Sejauh proses memutuskannya itu sesuai independensi tanpa ada campur tangan apapun juga, itu harus dihargai," ujar Jaja di kantor wapres, Jakarta, Rabu (6/11).

Terkait kekhawatiran sejumlah pihak dalam pengabulan PK kasus korupsi tersebut, Jaja mengatakan ada ruang bagi publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim.

"Apakah keputusan itu bersifat kontroversial atau tidak kontroversial, sejauh itu merupakan pelaksanaan independensi hakim, itu harus kita hargai. Di sisi lain, kalau ditemukan indikasi di balik itu, silakan melapor ke KY," kata dia.

Jaja menekankan bahwa proses PK harus dilakukan secara transparan. "Kita harus sosialisasikan kepada masyarakat luas terhadap putusan, apakah bersifat kontroversial atau tidak. Sejauh itu independensi hakim, harus dihargai," katanya.

ICW sebelumnya mendesak MA menolak seluruh permohonan PK dari para terpidana kasus korupsi. Saat ini, ada  21 terpidana kasus korupsi yang pernah ditangani oleh KPK yang sedang mengajukan PK.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106164224-12-446099/soal-pk-koruptor-ky-hargai-hakim-meski-putusan-kontroversial
Share:

Politikus PDIP yang Laporkan Novel Disebut Tak Terkait Partai


Politikus PDIP yang Laporkan Novel Disebut Tak Terkait Partai Politikus partai politik PDI Perjuangan Dewi Tanjung melaporkan penyidik KPK Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11). (CNN Indonesia/Feybien Ramayanti)

Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto mengakui bahwa Dewi Tanjung yang melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya merupakan salah satu calon anggota legislatif dari PDIP.

Akan tetapi, Hasto mengklaim pelaporan Novel ke polisi merupakan sikap pribadi Dewi dan tak memiliki keterkaitan dengan PDIP.

"Dewi Tanjung dia menjadi salah satu caleg tapi apa yang dilakukan tidak terkait dengan partai... Terkait hal tersebut itu merupakan pribadi ya dari Dewi Tanjung," kata Hasto saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/11).

Lebih lanjut, Hasto membantah PDIP menginstruksikan kadernya itu untuk melaporkan Novel ke polisi. Ia hanya menduga bahwa Dewi melaporkan Novel sesuai dengan suara yang ada di dalam hatinya.

"Apa yang dilakukan oleh anggota PDIP biasanya menyuarakan apa yang ada dalam suara hatinya dan itu juga berpijak kepada apa yg ditangkal dari suatu hal yang muncul dari rakyat itu sendiri," kata dia.

Selain itu, Hasto sendiri belum mengetahui kalau ada orang yang melaporkan Novel ke polisi tersebut. Ia mengaku sedang fokus untuk mengerjakan konsolidasi internal PDIP untuk Pilkada serentak 2020.

"Saya enggak tau kalau ada yang melaporkan ya," kata dia.

Sebelumnya, Dewi Tanjung melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11). Dia melapor ke polisi karena mencurigai penyiraman air keras yang menimpa Novel pada 2017 lalu adalah rekayasa.

Dewi mengaku curiga bahwa penyiraman tersebut hanya rekayasa Novel. Pasalnya banyak hal yang ia nilai janggal dalam kejadian itu.

Laporan tersebut diterima Polda Metro Jaya dengan nomor polisi LP/7171/XI/2019/PMJ/Dit. Reskrimsus dengan dugaan pelanggaran Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107002052-12-446206/politikus-pdip-yang-laporkan-novel-disebut-tak-terkait-partai
Share:

WP KPK Harap Dewan Pengawas Beda Tipe dengan Pimpinan Baru


WP KPK Harap Dewan Pengawas Beda Tipe dengan Pimpinan Baru Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (kanan) berharap Dewas KPK diisi orang yang beda tipe dengan Firli Cs. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Wadah Pegawai (WP) KPK meminta Presiden Joko Widodo memilih Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang berbeda tipe dengan pimpinan KPK yang baru. Pihaknya tak ingin dewan ini malah berkolaborasi dengan pimpinan baru.

"Jadi kami meminta supaya Dewan Pengawas ini bukan orang-orang yang setipe dengan pimpinan yang baru," ujar Yudi di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (6/11).

Sebelumnya, WP KPK mengkritisi jajaran pimpinan baru KPK, terutama Ketua KPK terpilih Firli Bahuri karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran kode etik saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK. Misalnya, bertemu dengan politikus serta pihak yang sedang berperkara di KPK.
Firli sendiri mengakui ada pertemuan itu dan menyatakan itu tak masalah karena bukan tersangka.

Yudi menambahkan Jokowi memiliki kewenangan yang sangat luas dan keleluasaan untuk memilih siapapun untuk menjadi Dewas KPK. Namun, ia meminta calon anggota Dewas KPK memenuhi dua unsur, yakni unsur subjektif dan objektif.

Presiden Jokowi akan mengumumkan nama jajaran Dewas KPK Desember.Presiden Jokowi akan mengumumkan nama jajaran Dewas KPK Desember yang dipilihnya langsung tanpa panitia seleksi. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Untuk unsur subjektif, ia berkata Dewas KPK harus orang yang memiliki kemampuan luar biasa di berbagai bidang dan berintegritas.

Pasalnya, Dewas KPK bisa mengendalikan KPK karena menentukan dalam proses penggeledahan, penyitaan, hingga penyadapan.

"Jadi, di sinilah penting bagi Dewas untuk bisa diisi oleh orang-orang berintegritas," ujarnya.

Dalam unsur objektif, ia meminta Dewas KPK benar-benar diisi oleh orang yang usainya di atas 50 tahun hingga dipidana di atas lima tahun penjara.

Terpisah. Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap pemilihan lima anggota Dewan Pengawas (Dewas) oleh Presiden Joko Widodo dilakukan berdasarkan aspek integritas dan kemampuan.

"Jadi intinya harapan KPK kalau ada pemilihan pejabat-pejabat baru apalagi untuk KPK maka aspek integritas dan kapabilitas itu menjadi hal yang paling utama," kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (6/11).

Meski demikian, Febri mengkritisi ketiadaan standar kode etik bagi Dewas KPK dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu. Padahal, kedudukan Dewas sangat penting dalam UU itu.

Sementara, pimpinan KPK dan penyidiknya sudah dikenakan dengan kode etik yang ketat. Misalnya, pasal 36 yang mengatur pelarangan bertemu tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara hanya berlaku untuk Pimpinan KPK, tidak untuk dewan pengawas.

"Padahal semestinya standar untuk dewan pengawas perlu lebih tinggi dibanding orang yang diawasinya. Ini yang saya kira perlu menjadi concern. Semoga saja jika memang dilakukan pemilihan dewan pengawas itu bisa membantu KPK bekerja sesuai dengan harapan publik," tutur Febri.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan Presiden Joko Widodo sedang mendata nama-nama untuk menjadi anggota dewan pengawas KPK. Ia menyebut dewan pengawas akan banyak didominasi oleh ahli hukum.

Jokowi, kata Pratikno, juga masih mendengar masukan dari sejumlah pihak terkait sosok yang bakal menjadi anggota Dewan Pengawas KPK. Menurutnya, Jokowi masih memiliki waktu sampai pelantikan komisioner KPK periode 2019-2023, pertengahan Desember 2019.

sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106202407-12-446180/wp-kpk-harap-dewan-pengawas-beda-tipe-dengan-pimpinan-baru
Share:

Recent Posts