KPK Sebut Laporan terhadap Novel di Luar Rasa Kemanusiaan


KPK Sebut Laporan terhadap Novel di Luar Rasa Kemanusiaan Jubir KPK Febri Diansyah menyayangkan pelaporan soal dugaan rekayasa kasus Novel. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai laporan dugaan rekayasa penyiraman air keras terhadap penyidik komisi antirasuah Novel Baswedan sebagai tindakan di luar rasa kemanusiaan.

Hal ini dikatakannya terkait laporan Politikus PDI-Perjuangan Dewi Tanjung soal dugaan rekayasa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan Novel jelas merupakan korban penyiraman air keras. Hal itu dibuktikan dari perawatan yang dijalani Novel di sejumlah rumah sakit, misalnya di Singapura, dan hasil pemeriksaan tim gabungan Polri yang telah rampung bekerja beberapa bulan lalu.
"Rasanya ada orang-orang yang bertindak di luar rasa kemanusiaan kita ketika [melaporkan] Novel yang sudah jadi korban, jelas jelas menjadi korban," ujar Febri kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, Rabu (6/11) malam.

"Bahkan kalau kita dengar konferensi pers dari tim gabungan yang dibentuk Polri itu jelas disebut di sana penyiraman dan karakter air keras yang terkena ke Novel tersebut," lanjutnya.

Febri pun menekankan agar semua pihak tidak menjadikan Novel terus-terusan menjadi korban lantaran diserang kabar-kabar bohong.

"Ia adalah korban. Jangan sampai korban menjadi korban berulang kali karena berbagai isu hoaks begitu, kebohongan, dan lain-lain," cetusnya.

Sebelumnya, politikus PDI-Perjuangan Dewi Tanjung melaporkan Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11) terkait dugaan rekayasa penyiraman air keras yang menimpanya tahun 2017 lalu.

Pasal yang dikenakan adalah Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Dewi mengaku curiga bahwa penyiraman tersebut hanya rekayasa Novel. Pasalnya banyak hal yang ia nilai janggal dalam kejadian itu.

Di antaranya, letak perban Novel yang dililitkan di bagian kepala dan hidung ketika dirawat di RS Mitra Keluarga, Jakarta Utara, dan kondisi kulit wajah Novel yang masih mulus setelah disiram air keras.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106213515-12-446194/kpk-sebut-laporan-terhadap-novel-di-luar-rasa-kemanusiaan
Share:

KPK Cegah Anggota DPRD Sumut ke Luar Negeri Soal Suap Proyek


KPK Cegah Anggota DPRD Sumut ke Luar Negeri Soal Suap Proyek Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah anggota DPRD Sumatera Utara, Akbar Himawan Bukhari bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan suap proyek dan jabatan yang menjerat Wali Kota Medan Nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin.

"KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi terkait pelarangan terhadap seseorang bernama Akbar Himawan Bukhari dalam perkara Penyidikan dugaan penerimaan suap oleh Wali Kota Medan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (6/11).

Febri mengatakan pelarangan ke luar negeri dilakukan selama enam bulan ke depan terhitung sejak 5 November 2019.


Dalam perkara ini, penyidik lembaga antirasuah KPK telah melakukan pemanggilan terhadap Akbar pada pekan lalu. Namun, ia mangkir lantaran sedang berobat di Malaysia.

"Pelarangan ke luar negeri ini dilakukan karena kebutuhan penyidikan agar ketika nanti yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi bisa memenuhi panggilan penyidik dan tidak sedang berada di luar negeri," tambah Febri.

Sebelumnya KPK juga telah melakukan penggeledahan di rumah Akbar Himawan Bukhari yang berlokasi di Jalan D.I. Panjaitan Nomor 142, Medan. Namun, tim KPK tidak melakukan penyitaan.

"Tidak ada penyitaan. Yang bersangkutan sudah pindah saat itu," kata Febri saat dikonfirmasi kembali.

Teruntuk kasus ini, Dzulmi Eldin diduga menerima sejumlah uang dari Kadis PUPR Isa Ansyari. Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.

Pemberian pertama terkait suap jabatan lantaran Dzulmi Eldin telah mengangkat Isa sebagai kepala dinas. Pemberian kedua terkait perjalanan dinas Dzulmi Eldin ke Jepang yang juga membawa keluarganya.

Pada Juli 2019, Dzulmi Eldin melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Perjalanan dinas dilakukan dalam rangka kerja sama 'sister city' antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.

Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Dzulmi Eldin mengajak serta istri, dua anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.

Keluarga Dzulmi Eldin bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Selama masa perpanjangan tersebut, mereka didampingi Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar.

Selain Tengku Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu sebagai pemberi IAN (Isa Ansyari) Kepala Dinas PUPR Kota Medan dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler Kota Medan. Sebelum ditetapkan tersangka, mereka terjaring operasi tangkap tangan (OTT).


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106154429-12-446078/kpk-cegah-anggota-dprd-sumut-ke-luar-negeri-soal-suap-proyek
Share:

Soal PK Koruptor, KY Hargai Hakim Meski Putusan Kontroversial


Soal PK Koruptor, KY Hargai Hakim Meski Putusan Kontroversial Ketua KY Jaja Ahmad Jayus meminta publik melaporkan hakim yang terindikasi melanggar etika dalam penanganan PK. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Komisi Yudisial (KY) menyatakan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan sejumlah terpidana korupsi ke Mahkamah Agung (MA) sepenuhnya menjadi kewenangan hakim.

Hal ini dikatakan terkait desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) agar MA menolak PK yang diajukan 21 terpidana kasus korupsi, di antaranya mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, eks Ketua Mahkamah Partai NasDem OC Kaligis, hingga mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Ketua KY Jaja Ahmad Jayus menuturkan pihaknya tak dapat menindak permohonan PK yang diajukan para terpidana korupsi. Kecuali ada laporan terkait dugaan penyalahgunaan yang dilakukan hakim agung dalam memutus PK.
"Tentu kita menghargai kewenangan independensi para hakim. Sejauh proses memutuskannya itu sesuai independensi tanpa ada campur tangan apapun juga, itu harus dihargai," ujar Jaja di kantor wapres, Jakarta, Rabu (6/11).

Terkait kekhawatiran sejumlah pihak dalam pengabulan PK kasus korupsi tersebut, Jaja mengatakan ada ruang bagi publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim.

"Apakah keputusan itu bersifat kontroversial atau tidak kontroversial, sejauh itu merupakan pelaksanaan independensi hakim, itu harus kita hargai. Di sisi lain, kalau ditemukan indikasi di balik itu, silakan melapor ke KY," kata dia.

Jaja menekankan bahwa proses PK harus dilakukan secara transparan. "Kita harus sosialisasikan kepada masyarakat luas terhadap putusan, apakah bersifat kontroversial atau tidak. Sejauh itu independensi hakim, harus dihargai," katanya.

ICW sebelumnya mendesak MA menolak seluruh permohonan PK dari para terpidana kasus korupsi. Saat ini, ada  21 terpidana kasus korupsi yang pernah ditangani oleh KPK yang sedang mengajukan PK.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106164224-12-446099/soal-pk-koruptor-ky-hargai-hakim-meski-putusan-kontroversial
Share:

Politikus PDIP yang Laporkan Novel Disebut Tak Terkait Partai


Politikus PDIP yang Laporkan Novel Disebut Tak Terkait Partai Politikus partai politik PDI Perjuangan Dewi Tanjung melaporkan penyidik KPK Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11). (CNN Indonesia/Feybien Ramayanti)

Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto mengakui bahwa Dewi Tanjung yang melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya merupakan salah satu calon anggota legislatif dari PDIP.

Akan tetapi, Hasto mengklaim pelaporan Novel ke polisi merupakan sikap pribadi Dewi dan tak memiliki keterkaitan dengan PDIP.

"Dewi Tanjung dia menjadi salah satu caleg tapi apa yang dilakukan tidak terkait dengan partai... Terkait hal tersebut itu merupakan pribadi ya dari Dewi Tanjung," kata Hasto saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/11).

Lebih lanjut, Hasto membantah PDIP menginstruksikan kadernya itu untuk melaporkan Novel ke polisi. Ia hanya menduga bahwa Dewi melaporkan Novel sesuai dengan suara yang ada di dalam hatinya.

"Apa yang dilakukan oleh anggota PDIP biasanya menyuarakan apa yang ada dalam suara hatinya dan itu juga berpijak kepada apa yg ditangkal dari suatu hal yang muncul dari rakyat itu sendiri," kata dia.

Selain itu, Hasto sendiri belum mengetahui kalau ada orang yang melaporkan Novel ke polisi tersebut. Ia mengaku sedang fokus untuk mengerjakan konsolidasi internal PDIP untuk Pilkada serentak 2020.

"Saya enggak tau kalau ada yang melaporkan ya," kata dia.

Sebelumnya, Dewi Tanjung melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11). Dia melapor ke polisi karena mencurigai penyiraman air keras yang menimpa Novel pada 2017 lalu adalah rekayasa.

Dewi mengaku curiga bahwa penyiraman tersebut hanya rekayasa Novel. Pasalnya banyak hal yang ia nilai janggal dalam kejadian itu.

Laporan tersebut diterima Polda Metro Jaya dengan nomor polisi LP/7171/XI/2019/PMJ/Dit. Reskrimsus dengan dugaan pelanggaran Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107002052-12-446206/politikus-pdip-yang-laporkan-novel-disebut-tak-terkait-partai
Share:

WP KPK Harap Dewan Pengawas Beda Tipe dengan Pimpinan Baru


WP KPK Harap Dewan Pengawas Beda Tipe dengan Pimpinan Baru Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (kanan) berharap Dewas KPK diisi orang yang beda tipe dengan Firli Cs. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Wadah Pegawai (WP) KPK meminta Presiden Joko Widodo memilih Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang berbeda tipe dengan pimpinan KPK yang baru. Pihaknya tak ingin dewan ini malah berkolaborasi dengan pimpinan baru.

"Jadi kami meminta supaya Dewan Pengawas ini bukan orang-orang yang setipe dengan pimpinan yang baru," ujar Yudi di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (6/11).

Sebelumnya, WP KPK mengkritisi jajaran pimpinan baru KPK, terutama Ketua KPK terpilih Firli Bahuri karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran kode etik saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK. Misalnya, bertemu dengan politikus serta pihak yang sedang berperkara di KPK.
Firli sendiri mengakui ada pertemuan itu dan menyatakan itu tak masalah karena bukan tersangka.

Yudi menambahkan Jokowi memiliki kewenangan yang sangat luas dan keleluasaan untuk memilih siapapun untuk menjadi Dewas KPK. Namun, ia meminta calon anggota Dewas KPK memenuhi dua unsur, yakni unsur subjektif dan objektif.

Presiden Jokowi akan mengumumkan nama jajaran Dewas KPK Desember.Presiden Jokowi akan mengumumkan nama jajaran Dewas KPK Desember yang dipilihnya langsung tanpa panitia seleksi. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Untuk unsur subjektif, ia berkata Dewas KPK harus orang yang memiliki kemampuan luar biasa di berbagai bidang dan berintegritas.

Pasalnya, Dewas KPK bisa mengendalikan KPK karena menentukan dalam proses penggeledahan, penyitaan, hingga penyadapan.

"Jadi, di sinilah penting bagi Dewas untuk bisa diisi oleh orang-orang berintegritas," ujarnya.

Dalam unsur objektif, ia meminta Dewas KPK benar-benar diisi oleh orang yang usainya di atas 50 tahun hingga dipidana di atas lima tahun penjara.

Terpisah. Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap pemilihan lima anggota Dewan Pengawas (Dewas) oleh Presiden Joko Widodo dilakukan berdasarkan aspek integritas dan kemampuan.

"Jadi intinya harapan KPK kalau ada pemilihan pejabat-pejabat baru apalagi untuk KPK maka aspek integritas dan kapabilitas itu menjadi hal yang paling utama," kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (6/11).

Meski demikian, Febri mengkritisi ketiadaan standar kode etik bagi Dewas KPK dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu. Padahal, kedudukan Dewas sangat penting dalam UU itu.

Sementara, pimpinan KPK dan penyidiknya sudah dikenakan dengan kode etik yang ketat. Misalnya, pasal 36 yang mengatur pelarangan bertemu tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara hanya berlaku untuk Pimpinan KPK, tidak untuk dewan pengawas.

"Padahal semestinya standar untuk dewan pengawas perlu lebih tinggi dibanding orang yang diawasinya. Ini yang saya kira perlu menjadi concern. Semoga saja jika memang dilakukan pemilihan dewan pengawas itu bisa membantu KPK bekerja sesuai dengan harapan publik," tutur Febri.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan Presiden Joko Widodo sedang mendata nama-nama untuk menjadi anggota dewan pengawas KPK. Ia menyebut dewan pengawas akan banyak didominasi oleh ahli hukum.

Jokowi, kata Pratikno, juga masih mendengar masukan dari sejumlah pihak terkait sosok yang bakal menjadi anggota Dewan Pengawas KPK. Menurutnya, Jokowi masih memiliki waktu sampai pelantikan komisioner KPK periode 2019-2023, pertengahan Desember 2019.

sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191106202407-12-446180/wp-kpk-harap-dewan-pengawas-beda-tipe-dengan-pimpinan-baru
Share:

Hasil Tes DNA, Pelaku Bom Bunuh Diri Filipina Suami Istri WNI


Hasil Tes DNA, Pelaku Bom Bunuh Diri Filipina Suami Istri WNI Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo. (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon)

Mabes Polri memastikan pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Filipina, pada 27 Januari lalu adalah pasangan suami istri warga negara Indonesia (WNI).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan kepastian keduanya WNI berdasarkan tes DNA dengan sisa darah yang tertinggal di lokasi kejadian perkara.

"Sudah (pasti WNI), akurat. Kalau DNA tingkat akurasinya 90 persen," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (6/9).


Pasangan suami istri yang dimaksud adalah Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh. Pasangan suami istri itu merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Makassar, Sulawesi Selatan. Selain itu, Rullie dan Ulfah juga diketahui pernah dideportasi dari Turki pada 2017.

"Hasil uji DNA kejadian bom yang ada di Gereja Katedral Jolo itu sudah diketahui hasil DNA-nya, sudah keluar identik bahwa pelaku bom itu atas nama yang laki-laki RR dan yang perempuan adalah istrinya atas nama U," tutur Dedi.

"Identik DNA tersebut dengan ayah dan ibu mereka dengan juga DNA yang ditemukan di TKP," lanjutnya.

Diketahui kepolisian Filipina menginformasikan ada dua ledakan sejenis yang terjadi pada 27 Januari lalu. Insiden tersebut menewaskan 23 orang yang mayoritas adalah jemaat gereja. Sebanyak 102 orang lainnya terluka.

Kala itu, Militer Filipina telah menyatakan bahwa dua pelaku bom bunuh diri tersebut dilakukan oleh sepasang WNI. Mereka menyatakan hal tersebut berdasarkan hasil penyelidikan.

Polri lalu menjelaskan bahwa sepasang WNI yang dimaksud masuk ke Filipina secara ilegal sejak Desember 2018.

Dedi menjelaskan, keduanya masuk ke Filipina melalui jalur ilegal sehingga tidak terlacak oleh otoritas setempat. Sebelum melakukan aksi bom bunuh diri, pasutri tersebut telah dicuci otak.

"Rekam jejak yang bersangkutan, pernah mengikuti doktrinasi, pencucian otak, penanaman nilai paham radikalisme," ujar Dedi.

Polri dengan pihak Filipina lantas mulai bekerja sama melakukan penyelidikan. Hingga kemudian hasil DNA positif menyatakan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sepasang WNI.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190906121147-12-428106/hasil-tes-dna-pelaku-bom-bunuh-diri-filipina-suami-istri-wni
Share:

Polisi Tangkap 13 Orang di Manggarai, 8 Terlibat Narkoba


Polisi Tangkap 13 Orang di Manggarai, 8 Terlibat Narkoba Ilustrasi tawuran Manggarai (Istockphoto/burakkarademir)

Polres Metro Jakarta Selatan mengamankan 13 orang saat melakukan penyisiran di wilayah Manggarai untuk mencari pelaku tawuran. Sebanyak 8 orang diantaranya positif narkoba.

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Bastoni Purnama pihaknya menangkap 9 orang saat menyisir wilayah Manggarai pada Kamis malam (5/9). Kemudian, 4 ditangkap dalam penyisiran hari ini, Jumat (6/9).

"Ada empat orang sebelumnya tadi malam ada sembilan orang. Jadi totalnya ada 13 orang," kata Bastoni kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/9).


Bastoni mengatakan 5 dari 13 yang ditangkap itu terlibat dalam tawuran yang terjadi pada Rabu lalu (4/9). Sementara 8 orang lainnya diduga mengonsumsi narkoba.

"Ada yang 5 orang tawuran, ada 8 orang terlibat narkoba," kata Bastoni.

Bastoni belum mau bicara banyak soal keterkaitan terduga pengguna narkoba dengan tawuran. Dia mengaku bakal mendalami apakah mereka juga ikut terlibat dalam aksi tawuran atau tidak.

"Ini masih kita dalami karena baru kita amankan, nanti di kantor kita periksa kita dalami apakah ada keterkaitan dengan pelaku tawuran juga," tuturnya.

Bastoni menyampaikan saat ini 13 orang yang ditangkap masih menjalani proses pemeriksaan. Mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak polsek dan polres.

"Proses pemeriksaan, nanti kalau sudah 24 jam dan alat bukti cukup kita tetapkan sebagai tersangka," ujar Bastoni.

Tawuran terjadi di wilayah Manggarai, Jakarta Selatan pada Rabu (4/9). Tawuran tersebut mengakibatkan gangguan terhadap KRL Commuter Line.

Tawuran yang terjadi di atas perlintasan kereta api itu bubar setelah polisi menembakkan gas air mata sekitar pukul 17.05 WIB. Saat itu, warga yang terlibat tawuran juga mulai diarahkan untuk kembali ke rumah masing-masing.

Kapolsek Tebet, Jakarta Selatan Kompol Alam Nur sempat mengatakan tawuran terjadi akibat saling ejek di media sosial. Sejumlah pihak kesal hingga kemudian bentrok terjadi.

Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Bastomi Purnama juga mengatakan ada dendam kesumat antara warga Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat dengan Manggarai, Jakarta Selatan. Dipicu masalah kecil, lanjutnya, lalu terjadi tawuran.

Dia menyebut tawuran dilakukan oleh warga Menteng Tenggulun berhadapan dengan warga Tambak yang bergabung dengan Magazen Manggarai.

"Jadi semacam tradisi dendam kesumat antara Menteng Tenggulun dan Manggarai jadi masalah kecil-kecil saja antara salah satu seorang masing-masing masyarakat di situ ada yang tersinggung, lantas jadi pertentangan," kata Bastomi di Jakarta mengutip Antara, Jumat (6/9).

Polisi tidak berhenti sampai membubarkan tawuran. Penyisiran wilayah Manggarai dilakukan untuk mencari pelaku sejak Kamis malam (5/9). Ratusan aparat TNI-Polri dilibatkan dalam penyisiran yang dilakukan pada Jumat (6/9).


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190906140942-12-428151/polisi-tangkap-13-orang-di-manggarai-8-terlibat-narkoba
Share:

DPR Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Capim KPK Pekan Depan


DPR Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Capim KPK Pekan Depan Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebut pihaknya akan mulai memproses capim KPK Senin depan. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Komisi III DPR RI akan memulai proses fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) periode 2019-2023, Senin (9/9).

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK akan dimulai dengan mengundang Panitia Seleksi Capim KPK untuk menjelaskan proses seleksi yang telah berlangsung.

"Komisi III sudah rapat pleno. Uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III akan dimulai awal minggu depan. Dimulai dengan mengundang Pansel [Capim] KPK," kata Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (6/9).

Di hari yang sama, lanjutnya, Komisi III akan mengundang 10 capim KPK tersisa untuk membuat makalah. Pihak telah menyiapkan topik untuk dipilih lewat mekanisme undian.


"Ada topik-topik yang nanti akan diundi. Tentu topiknya baik yang pemahaman-pemahaman atas tindak pidana korupsi, hukum acara, maupun konsep-konsep pencegahan ke depan," kata politikus PPP itu.

Arsul menyampaikan Komisi III juga telah menjdwalkan untuk bertemu dengan elemen masyarakat sipil yang ingin memberikan masukan seputar 10 nama capim KPK tersisa, Selasa (10/9).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyetujui 10 nama capim KPK dengan mengirimkannya ke DPR untuk mengikuti proses uji kelayakan dan kepatutan.

Sebanyak 10 nama itu adalah Alexander Marwata, (komisioner KPK), Firli Bahuri (anggota Polri), I Nyoman Wara (auditor BPK), Johanis Tanak (jaksa), Lili Pintauli Siregar (advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen), Nawawi Pomolango (hakim), Nurul Ghufron (dosen), Roby Arya B (PNS Sekretariat Kabinet), serta Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan).


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190906131823-12-428131/dpr-mulai-uji-kelayakan-dan-kepatutan-capim-kpk-pekan-depan
Share:

Poin Krusial Revisi UU KPK: Dari Dewan Pengawas Hingga SP3


Poin Krusial Revisi UU KPK: Dari Dewan Pengawas Hingga SP3 Revisi UU KPK memunculkan keberadaan Dewan Pengawas bentukan DPR yang akan memonitor kinerja pimpinan dan penanganan kasus di KPK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) sepakat mengambil inisiatif melakukan revisi terhadap Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para penggawa kompleks parlemen itu juga telah menyepakati draf rancangan revisi UU KPK dalam rapat Baleg. Seluruh fraksi menyatakan setuju di tingkat Paripurna.

Inisiatif revisi UU KPK ini menimbulkan reaksi dari lembaga antirasuah sendiri. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan KPK kini berada di ujung tanduk dengan mencuatnya inisiatif revisi UU KPK.


Revisi UU KPK juga dipermasalahkan oleh banyak pihak dari kalangan masyarakat sipil, akademisi, hingga lembaga swadaya masyarakat. Bahkan revisi ini sempat disebut pelemahan KPK secara terstruktur, sistematis dan masif.

Hal itu lantaran terdapat sejumlah poin krusial yang membuat KPK seolah kehilangan taring bilamana Presiden Joko Widodo menyetujui pembahasan revisi UU KPK.


Poin Pertama adalah terkait dengan pembentukan dewan pengawas KPK dan menghilangkan penasihat KPK. Sama seperti pimpinan KPK, Dewan Pengawas terdiri dari lima orang dengan empat wakil dan satu pimpinan.

Berdasarkan draf revisi UU KPK Pasal 37 B Dewan Pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin penyadapan, dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK.


Kemudian, dewan pengawas juga bertugas melaksanakan sidang untuk memeriksa dugaan pelangggaran etik, melakukan evaluasi kerja pimpinan, hingga menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik dari pegawai dan pimpinan KPK.

Di pasal 37E Dewan Pengawas dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti halnya pengangkatan Pimpinan KPK, Dewan Pengawas dipilih melalui panitia seleksi yang dibentuk oleh Presiden.

Peneliti hukum di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menilai bahwa pembentukan dewan pengawas ini tidak diperlukan karena berpotensi membuat kinerja KPK tidak leluasa dan melemahkan KPK. Independensi KPK pun dipertaruhkan dengan keberadaan Dewan Pengawas.

"Dewan Pengawas tertulis dipilih oleh DPR nanti siapa yang masuk ke situ, independensi KPK yang dipertaruhkan dengan pembentukan dewan pengawas," kata Bivitri kepada CNNIndonesia.com, Jumat (5/9).

Poin Krusial Revisi UU KPK: Dari Dewan Pengawas Hingga SP3Aksi tolak revisi UU KPK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Masalah selanjutnya adalah penyadapan. Pada pasal 12 B draf revisi UU KPK tertulis bahwa penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis Dewan Pengawas. Selanjutnya, Dewan Pengawas dapat memberikan ataupun tidak izin penyadapan.

Hasil penyadapan harus dilaporkan dipertanggungjawabkan kepada pimpinan KPK dan Dewan Pengawas paling lambat 14 hari kerja setelah penyadapan selesai.

Hal ini, menurut Bivitri, berpotensi menimbulkan kebocoran informasi terkait penyadapan dan penindakan yang dilakukan KPK. Menurut dia penyadapan yang dilakukan KPK itu sudah diawasi, diaudit, dan diatur dengan standar prosedur operasional yang khusus.

"Kalau izin penyadapan itu diberikan oleh Dewan Pengawas, ini yang bisa berbahaya. Tidak hanya penyadapan, saya sangat mengkhawatirkan adanya dewan pengawas akan melemahkan KPK karena seluruh kerjanya bisa diintervensi oleh dewan yang dibentuk oleh DPR. Padahal pengawasan tida selalu dalam bentuk lembaga tapi juga bisa dibentuk dalam sistem," papar Bivitri.

Masalah krusial lainnya adalah soal KPK yang diberikan kewenangan menghentikan penyidikan dan penuntutan suatu kasus. Masalah itu diatur dalam Pasal 40 yang secara garis besar bahwa KPK bisa menghentikan penyidikan bilamana ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan suatu penyidikan.


Penghentian penyidikan dalam bentuk Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3 juga harus dipublikasi dan dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.

Poin Krusial Revisi UU KPK: Dari Dewan Pengawas Hingga SP3DPR di tingkat paripurna sepakat menginisiatifkan revisi UU KPK. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)

Menurut Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari hal ini membuka kemungkinan tawar menawar politik dalam penyelesaian suatu perkara korupsi. Bukan tidak mungkin perkara besar yang melibatkan aktor-aktor besar dapat dihentikan dengan intervensi dan lobi-lobi politik.

"Kalau ada SP3 ada perkara besar yang secara politis melibatkan orang-orang politik penting berkekuatan luar biasa, itu bisa terjadi tawar-menawar politik dengan meng-SP3 kan kasus itu. Untuk kasus besar, SP3 itu malah berbahaya karena tekanannya akan luar biasa," kata Feri kepada CNNIndonesia.com.

"Sekarang kalau diberi SP3 ada satu ruang yang penting agar mereka habis-habisan berjuang di situ agar kasusnya di SP3," lanjut Feri.

Selanjutnya terkait dengan penuntutan yang harus koordinasi dengan kejaksaan. Revisi UU KPK mengatur bahwa proses penuntutan harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kejaksaan Agung sehingga KPK tidak independen lagi dalam menjalankan fungsinya.


Pada Pasal 12A revisi UU KPK diatur bahwa koordinasi pelaksanaan tugas penuntutan dilakukan karena Kejaksaan Agung RI merupakan lembaga tunggal yang berwenang melakukan penuntutan. Alhasil, KPK tidak dianggap sebagai lembaga penegak hukum yang berwenang melakukan penuntutan.

Feri menilai hal ini mencederai semangat pembentukan UU KPK. Menurutnya KPK ini lembaga khusus yang dibentuk karena kegagalan aparat penegak hukum lain yakni kejaksaan dan kepolisian dalam pemberantasan korupsi.

"Kita melihatnya lebih mirip sebagai upaya terstruktur, sistematif, dan masif," kata Feri.

Selain itu juga draf revisi UU KPK mengatur bahwa penyelidik hanya boleh dari Kepolisian. Hal itu diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 43A. Padahal, Penyelidik mempunyai fungsi penting dalam melakukan penyelidikan dalam rangka menemukan kasus sebelum penetapan seseorang menjadi tersangka. Diketahui, Selama ini penyelidik KPK merupakan Pegawai-pegawai yang direkrut secara independen sebagai Pegawai tetap dari berbagai keahlian.

Poin Krusial Revisi UU KPK: Dari Dewan Pengawas Hingga SP3Draf usulan revisi UU KPK sudah disodorkan ke Presiden Jokowi. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia dengan ketentuan tersebut ke depannya lembaga antirasuah tak bisa mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri. Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2016 sudah menegaskan kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik di luar dari institusi Kepolisian atau Kejaksaan.


"Lain hal dari itu penting untuk mencegah adanya loyalitas ganda ketika penyidik yang berasal dari insitusi lain bekerja di KPK," ujarnya.

Masih banyak lagi poin krusial dari revisi UU KPK yang dinilai dapat melemahkan lembaga antirasuah. Misalnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Bola liar revisi UU KPK kini berada di tangan Presiden Jokowi. DPR telah menyerahkan draf revisi UU KPK ke Istana. Jokowi punya kuasa untuk sepakat atau menolak revisi UU KPK yang menjadi inisiatif DPR.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190906153812-12-428193/poin-krusial-revisi-uu-kpk-dari-dewan-pengawas-hingga-sp3
Share:

Recent Posts